Dalam berbisnis kita harus mendahulukan keyakinan kita, bahwa Allah dan Rasul-Nya itulah yang utama, bukan yang lain-lain.
Jika ada sebuah kesepakatan bisnis yang sesuai tuntutan-Nya ayolah * Bismillah* kita jalani. Tapi jika tidak, alias nyerempet-nyerempet wilayah tidak sah: tinggalkan apapun resikonya.
Jika hari ini kurang 3 hari lagi kantor kita harus menggaji karyawan 25 juta tapi belum tersedia uangnya. Lalu ada seorang klien (manajer) meminta dibuatkan sebuah proyek untuk perusahaan dengan keuntungan 50 juta tapi meminta fee 15% dari jasanya itu untuk dia pribadi: tinggalkan.
Jika seminggu lagi kita harus bayar hutang 10 juta dan sekarang di laci ada uang kelebihan proyek yang menjadi tanggung jawab kita sebesar 30 juta yang kita bisa sulap laporan keuangannya dan masih dapat pujian pimpinan karena kelebihan 20 juta: tinggalkan.
Lha lalu gimana nasib karyawan yang terancam gajiannya, gimana nanti *debt collector *yang harus kita hadapi dan gimana jika jadi pengangguran lagi karena sok suci begitu?
*Bismillah*, saya yakinnya begitu. Yang pernah saya alami, nanti Allah akan hadirkan gantinya yang lebih baik, yang jauuuuh lebih baik, yang seringkali di luar perkiraan kita semua.
Ilmu kita bukan ilmu Allah dan Allah tahu mengenai kebutuhan kita lebih dari diri kita sendiri yang seringkali mengandalkan logika doang saat ditimpa kesulitan hidup.
Cara-cara-Nya yang luar biasa akan menghadirkan jalan keluar. Apa itu? Misalnya pas tanggalnya gajian ada tagihan lama yang kita udah lupa tiba-tiba ditransfer, lomba yang kita ikuti menang puluhan juta, klien lainnya datang ngasih pelunasan sebelum pekerjaan mulai. Misalnya untuk urusan hutang, sampai waktunya kita gak punya uang, *debt collector*-nya dibikin Allah gak dateng, jika pun dateng masih bisa di-nego lagi.
Dikutip dari: mybothsides.blogspot.com