Ada masa-masa dimana kita merasa terbang sebebas merpati, menjelajahi ruang bernama bumi dalam eloknya kepakan yang menari bersama mimpi. Semua terasa membumbung dalam debar-debar yang tak menentu. Dingin, panas, bergetar, penuh senyuman, juga… tentu saja dilengkapi dengan sedikit ketakutan. Mungkin ini yang dinamakan dengan prasasti yang tak terlupakan. Terkadang kita perlu mengabadikan momen-momen yang menghidupkan itu dalam bait-bait manis yang tertuang dalam prosa sederhana. Melabuhkan semua cerita hingga mengalir bersama kiasan-kiasan indah bernama puisi yang selalu tak berkesudahan.
Sedikit merekam sentuhan purnama yang tak terasa, namun begitu mencengkeram keindahannya. Merengguk ia yang bernama nikmat dari sebuah ikhtiar, merasai getar yang sungguh tak biasa. Hingga melupakan sejenak lelah, penat, sesal, jengah, hingga rasa benci yang tak berkesudahan dan menggantikannya dengan senyum riang yang menggema. Jangan tahan ia, selagi hatimu memang sedang ber-irama, karena sungguh, tak setiap hari engkau akan melewatinya.
Dan begitulah sajak-sajak tentang kesyukuran. Semuanya hanya berpangkal kepada KESYUKURAN. Kau takkan pernah merasai indah selamanya, jika syukurmu tak kau jaga dan pelihara. Juga ketika usiamu termakan oleh waktu lalu kau gugat ia dengan sebuah penyesalan. Sejatinya, semua yang menggetarkan itu lahir karena beningnya rasa SYUKUR. Tentu saja, rasa itu harus berdasar, harus di dasari tujuan yang benar, dan dilengkapi dengan tuntunan (ilmu) yang juga layak. Kesyukuran itu terbangun atas dasar IBADAH kepada Allah, kesyukuran itu terstruktur karena keinginan untuk mendekati-Nya, bahkan, selagi kau bisa, upayakan agar rasa syukur itu lahir karena kerja-kerja jiwamu yang berkualitas nan menggairahkan. Tentu saja, semua kerja-kerja itu, lahir karena-Nya.
Jika kesyukuran adalah penyebab engkau memiliki hari sehangat musim semi, dan waktu terasa seperti kelopak bunga yang indah nan rupawan. Maka lengkapilah ia dengan ikhtiar yang maksimal. Ikhtiar yang terbangun untuk menjaga kualitas-kualitas amalmu. Meng-kotak-kan ia dalam labirin bernama ISTIQOMAH, agar kau selalu tak pernah bisa keluar dari jalanan-jalanan ISTIQOMAH yang tentu saja melelahkan. Jika Ikhtiar itu sudah kau lengkapi guna menuju jalanan panjang bernama ISTIQOMAH, maka kuatkanlah langkahmu dengan jejak-jejak keyakinan bernama ISTIMRORIYAH. Temannya amal yang berkualitas, meskipun kecil, tentu saja adalah ISTIMRORIYAH. Amal yang berlangsung secara terus menerus, meski ia sederhana, meski ia tak ada apa-apa dimata manusia. Tentu saja, ikhtiar dalam jalan bernama ISTIQOMAH, serta amal yang tak pernah mati bukanlah perkara gampang. Maka hendaklah, aku, kamu dan kita semua, terus merekam hari-hari yang istimewa dalam hidup kita. Sederhana saja tujuannya, kita hanya ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur, hingga kemudian ALLAH selalu akan membalasnya dengan nikmat yang juga tak berkesudahan.
Anis Matta menamainya dengan MOMENTUM. Titik waktu dimana segala potensimu engkau lejitkan. Titik kesadaran dimana kau begitu memahami, bahwa inilah saatnya aku bersiap-siaga dan memberi yang terbaik. Titik balik dimana ia yang bernama TAK MUNGKIN menjadi MUNGKIN, yang bernama KETAKUTAN, menjadi KEBERANIAN, juga KEENGGANAN menjadi KERJA KERAS yang tak berkesudahan. MOMENTUM inilah yang harus kau cipta. Ia bisa saja terindikasi dengan getarnya hatimu karena mengingat-Nya, atau juga karena alasan-alasan tertentu yang membuatmu tersadar, bahwa segala sesuatu itu MUNGKIN. Segalanya sesuatu itu PUNYA PELUANG. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya sebaik mungkin. Maka janganlah tunggu ia yang bernama MOMENTUM, tapi ciptakanlah…
Maka sedingin sajian malam di ujung winter.. Momen-momen yang menggetarkan itu perlu direkam erat-erat dalam memori. Jangan jadikan ia hanya sebagai coretan waktu yang berlalu lalu menghilang dari kehidupan kita. Ia seharusnya menjadi pelecut semangat untuk meraih asa, menjadi sekolam air di tengah sahara yang senantiasa dirindu para pengembara, momen-momen ini, tentu saja perlu dikenang sebagai upaya kita untuk menjadi pemenang.
Maka melejitlah seterang matahari, terbanglah bersama mimpi, selagi kau masih tersadar untuk berpijak bersama bumi, jangan takut untuk melangkah. Sebab kesuksesan, dan getar-getar iman itu, hanya akan terasa bagi mereka yang mau untuk mengambil langkah-langkah tak biasa. Sudah siapkah ?
Oleh: Yusuf Al Bahi - dakwatuna.com