Kita percaya bahwa Allah SWT. adalah Zat Maha Penyayang. Kita percaya bahwa apa pun yang datang kepada kita, meski pun yang datang itu dalam kemasan yang kelihatannya tidak mengenakkan, itu adalah pancaran atau perwujudan kasih sayang Allah SWT.
Ada sebuah kisah yang berjudul ‘Ketika Allah Melempar kita dengan Batu’. Diceritakan, seorang yang bekerja di sebuah proyek bangunan berlantai banyak. Suatu ketika, dia bersama rekannya sedang bekerja, ada kabar yang masuk ke telepon selularnya yang mengabarkan bahwa anak rekannya sedang sakit dan diminta segera pulang. Keluarganya terpaksa mengabarkan lewat dia, karena telepon selular rekannya tidak aktif. Namun sayang, ketika itu dia berada dilantai tinggi, sedang rekannya ada di bawah. Sang Pekerja ini kebingungan karena terlalu jauh dan ingin segera memberikan kabar kepada rekannya. Dipanggil-panggil, suaranya tak terdengar juga. Akhirnya muncul ide, ia mengambil uang logam di kantongnya, kemudian dijatuhkan dari atas dan mengenai kepala rekannya. Rekannya terkejut, ternyata yang jatuh menimpa kepalanya sebuah koin, lantas ia ambil tanpa menoleh ke atas. Kemudian rekannya melanjutkan pekerjaannya. Lemparan koin ini terjadi berulang-ulang sampai koin yang ada di kantongnya habis.
Karena kehabisan koin, akhirnya ia mencari kerikil dan dilempar kepada rekannya. Kerikil itu tepat mendarat di badannya, setelah tahu yang menimpa dirinya itu kerikil, ia menengok ke atas.
Allah SWT bisa saja melempar kita dengan ‘batu’ bukan dengan ‘koin’, sebagai salah satu cara untuk menilai sikap kita terhadap karunia-karunia-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran bahwa yang datang dari Allah SWT itu selalu baik, dan yang buruk itu dari kita sendiri. Yang datang dari Allah SWT juga sudah terukur kadarnya. Selain bersabar dalam mendapatkan cobaan dari Allah SWT, kita diajarkan untuk berdoa agar Allah SWT tidak menurunkan cobaan yang kita tidak kuat menanggung. Dengan cara itu Allah SWT tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan kita, kecuali kalau kita menjadikan kita sendiri yang tidak punya kemampuan untuk menanggungnya.
Semua yang datang dari Allah SWT adalah kasih sayang, termasuk musibah. Bahkan apa yang kita terjemahkan sebagai siksa kubur, siksa akhirat dalam bentuk neraka, itu semua wujud kasih sayang Allah SWT. Azab dalam bahasa arab berasal dari akar kata yang sama yang menghasilkan kata ‘azb, artinya manis. Apa yang disebut sebagai siksa kubur atau siksa akhirat itu sebetulnya kepanjangan dari apa yang dilakukan oleh Allah SWT di dunia ini.
Sesungguhnya semua itu, apakah azab di dunia atau apakah itu azab di alam barzah, apakah itu azab di neraka, itu sebetulnya tidak lain dan tidak bukan adalah suatu upaya untuk menjadikan kita lebih bersih sehingga kita lebih dekat kepada Allah SWT. sampai pada satu titik kita kembali menyatu dengan Allah SWT. Hendaknya kita hindarkan mengeluh, kenapa Allah SWT tidak adil, kenapa kita mendapat ujian, sehingga akibatnya, kita larut dalam suasana yang gundah.
Ujian juga menjadi pengingat ketika kita jauh dari Allah SWT. Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berhenti, untuk berfikir, diberikan sesuatu yang menyebabkan kita betul-betul jeda dan tafakur.
Orang Amerika biasa mengatakan, kalau ada sesuatu yang terjadi pada kita, kita biasanya melakukan apa yang disebut sebagai ‘go searching’, untuk melakukan refleksi, mencari makna hidup, dan sebagainya. Jadi, jika seseorang ‘lari’ ke arah yang salah. Allah SWT akan menyuruh berhenti, kadang dengan peringatan lemah lembut, kadang dengan keras. Kalau peringatan itu diabaikan dan terlanjur menabrak ‘tembok’, baru muncul kesadaran tentang kekeliruan tersebut. Jadi betapa kasih sayang Allah itu sangat luar biasa, bahkan ujian pun jika kita cermati sejatinya adalah buah manis kasih sayang Allah SWT.
Ditulis Oleh: Haidar Bagir – Yayasan Yasmin