
Setelah tadi kita baca resume Tafsir Kebahagiaan part 1, yuk kita simak Tafsir Kebahagiaan part 2 yaa..
Bersabar terhadap musibah, meski pun berat, itu hal biasa dan tak istimewa, sebagaimana bersyukur terhadap karunia. Yang istimewa adalah jika bersyukur terhadap musibah.
Bagaimana caranya bersyukur saat ditimpa musibah? Yaitu dengan melihat sisi-sisi positif dan kebaikan dalam musibah itu, seperti dalam doa Imam Ali Zainal Abidin saat ia sakit, ” Ya Allah, aku tidak tahu, apakah aku harus bersyukur atau bersabar dalam kondisi sakitku ini. Sebab, berkat sakit ini, aku terhindar dari berbagai kenistaan, aku lebih punya banyak waktu untuk berdzikir dan berkumpul bersama keluarga. ”
Maka, benarlah jika dikatakan, musibah itu keniscayaan, sedangkan penderitaan adalah sikap dan pilihan. Tak semua orang akan terpuruk dan menderita oleh musibah yang mendera, dan mungkin kehidupan selanjutnya justru lebih baik, karena kejiwaan dan pola pikirnya mengarahkan pada pilihan itu.
Kerja keras dan optimism semestinya menjadi satu paket yang niscaya dalam kehidupan. Akan selalu ada hasil jika kita fokus pada apa yang kita kerjakan. selalu ada konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.
Menurut para psikolog, itulah yang dikenal dengan reframing:mengubah sudut pandang, melihat objek pandangan dari sisi berbeda. Seperti, jika membidik objek foto:bila dari satu sisi kita tahu hasil bidikan tidak akanbagus maka coba carilah sisi lain sampai bidikan benar-benar bagus. Jadi, yang diubah adalah sudut, bukan objek pandangan.
The Consolation of Philosophy, dalam buku itu, Ancius menulis, seorang perempuan sangat cantik mendatanginya, lalu berkata, ”Dulu, saat keberuntungan memelukmu, kau tak sadar bahwa dunia selalu berubah. Pada saatnya, pelukannya pasti akan terlepas. Tidakkah kau tahu, keindahan musim semi akan segera undur dan berganti musim panas?! Bukankah alam menyediakan angin sepoi-sepoi basah yang mengantarkan para nelayan ke laut dan pada saat yang sama ia juga bisa mengembuskan badai dan topan?!” Ancius menyebut, perempuan itu adalah Dewi Filsafat. Kepada Ancius, Dewi itu juga bercerita bahwa apa yang terjadi pada Ancius hanyalah pengulangan sejarah masa lalu.
Siapa yang dikehendaki mendapat hidayah, Allah akan melapangkan dadanya. Siapa yang dikendaki sesat, Allah akan membuat sesak dadanya serupa orang yang naik ke langit. Begitulah Allah akan menimpakan beban kepada orang-orang yang tak beriman.
Inilah jalan lurus Tuhanmu. Kujelaskan ayat-ayatku kepada orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Mereka akan mendapat surga, rumah kedamaian, dari Tuhannya. Dia akan menjadi pelindung bagi mereka sebab amal saleh yang mereka kerjakan.
Langkah-langkah mengendalikan amarah.
1. Mengindentifikasi penyebab marah. Terkadang, penyebabnya adalah hal-hal yang sama.
2. Menandai tanda-tanda munculnya kemarahan, agar tahu, kemarahan diri kita sudah benar-benar hilang atau sesungguhnya hanya terpendam sementara yang setiap saat bisa kembali meledak.
3. Berwudlu, seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah. Sebab marah berasal dari setan dan setan tercipta dari api. Dan, api akan redup jika disiram air. Maka, marah akan berhenti jika orang yang bersangkutan berwudlu. Kemudian shalat, memohon pertolongan Allah agar kemarahan itu segera dipadamkan.
4. Mengubah persepsi terhadap pemicu kemarahan. Sebab, terkadang, sesuatu yang membuat kita marah belum tentu juga bisa membuat orang lain marah. Lalu, tak ada salahnya kemudian kita melihat pemicu itu dengan seperti sudut pandang orang lain itu, sehingga kemarahan tidak akan muncul.
Rasulullah pernah mendapat nasihat dari Allah agar jangan terlalu berduka dengan omongan-omongan orang. Dalam Al-Quran disebutkan, jangan sampai ucapan mereka membuatmu sedih(Yasin:76).
“Bacalah Al-Quran! Jika kau belum bisa membacanya, dengarkanlah bacaan orang lain. Jika dengan semua itu kau belum juga mendapatkan ketenangan, bangunlah tengah malam, berdoa kepada Tuhan, minta diberi hati yang baru. Karena, jika hati tak lagi tenteram di hadapan Al-Quran maka berarti ia telah dipenuhi oleh dosa dan nista. ”
Kedermawaan bukanlah Anda memberi makan anjing lapar, melainkan Anda mau berbagi makanan dengan anjing sementara Anda sendiri lapar.
Kedermawaan bukanlah saat Anda mampu member harta lebih kepada orang yang tak mampu-karena itu adalah kewajiban sebagai sesama manusia-melainkan ketika Anda mau berbagi meski Anda sendiri sedang membutuhkan. Anda mau menyisihkan keberuntungan Anda, sekaligus mau merasakan kemalangan orang tak berpunya.
Membahagiakan orang lain itu ibarat kita menyinari cermin:sinarnya akan mantul kepada sumber sinar. Dengan seperti itu, kita akan merasa hidup ini begitu indah dan penuh makna.
Rasulullah bersabda, ”Jika manusia meninggal dunia, pahala amalnya akan terputus kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya”(HR Muslim dari Abu Hurairah). Tiga hal itulah yang menjadi kenangan indah bagi generasi sepeninggal kita.
Diambil dari buku Tafsir Kebahagiaan karya Jalaluddin Rakhmat.
Buat Sahabat Pintar yang mau baca buku ini, langsung datang aja ya ke Rumah Pintar Kembar, Jl. Solo-Yogya km.30 Jombor Ceper Klaten. Tersedia berbagai buku bacaan menarik di Taman Bacaan Rumah Pintar Kembar. GRATISSS baca di tempat sepuasnya ^__^